Masa pensiun merupakan saat final
dalam rangkaian episode pengabdian berpuluh-puluh tahun bagi seorang PNS. Jika
setelah pensiun kesejahteraan seorang pensiunan tidak berbeda jauh dengan
ketika masih aktif mengabdi, maka hal tersebut tentunya yang dicita-citakan
banyak orang. Namun jika kondisi setelah pensiun berubah drastis, maka hal ini
yang seringkali menimbulkan post power syndrome. Desakan untuk mereformasi sistem pensiun PNS
dan jaminan sosial lainnya terjadi di banyak negara. Pencetusnya adalah beban
anggaran, isu demografi dan dinamika sosial, ekonomi dan politik. Jika di Eropa
terjadi perubahan sistem pensiun PNS dan sistem jaminan sosial secara massif,
maka di Indonesia desakan untuk mereformasi sistem pensiun PNS terjadi karena
sistem pensiun PNS yang ada sekarang sudah tidak relevan kondisi saat ini baik
dari aspek kebijakan, aspek anggaran, aspek kelembagaan, sifat pensiun, manfaat
pensiun, kepesertaan, batas usia pensiun maupun prosedur pengajuan
pensiun. Sejak Tahun 1969 hingga saat
ini Undang-undang yang mengatur tentang Pensiun PNS masih mengacu pada
Undang-undang No. 11 Tahun 1969. Namun, konsideran yang dijadikan rujukan
undang-undang ini justru telah tiga kali berubah sering dengan perkembangan
situasi sosial dan politik. Banyaknya kekeliruan dalam praktik penyelenggaraan
program pensiun dan program THT bagi PNS selama ini, menjadikan hal ini sebagai
pembiaran yang pada akhirnya menyulitkan baik bagi penyelenggara program
pensiun dan THT atau pemberi kerja yaitu Pemerintah maupun penerima kerja atau
PNS. Kesalahan anggapan tentang peran PT. Taspen, karena adanya ketidaktegasan
dan tidak diikutinya prinsip perasuransian dalam penyelenggaraan program
pensiun dan program THT bagi PNS, Kurang
transparansi dalam pelaporan penyelenggaraan program pensiun dan program THT
banyak disoroti banyak pihak terutama Bank Dunia. Kurang komitmen dan kejelasan
dalam pelaksanaan metode pembiayaan pensiun dan implementasi program pensiun,
menjadikan beban pembiayaan pensiun yang semakin membengkak. Kajian ini
berhasil mengidentifikasikan dan menganalisis beberapa permasalahan dalam
sistem pensiun PNS saat ini, sebagai berikut:
1. Aspek Kebijakan
a. Belum
ada perencanaan yang matang terhadap sistem pendanaan
b.
Terdapat materi muatan Undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebijakan
2. Aspek Anggaran
Proporsi belanja pensiun terhadap pendapatan domestic bruto yang semakin
meningkat akibat kontribusi APBN yang selalu meningkat setiap tahunnya dalam
pembiayaan pensiun
Beban
pembiayaan terhadap kewajiban masa lalu atau Unfunded PSL terjadi karena
penerapan Pola Manfaat Pasti yang rentan terhadap kebijakan kenaikan tabel gaji
pokok.
Pola
Manfaat Pasti menuntut adanya perhitungan Kewajiban Manfaat Polis Masa Depan
untuk menghitung tingkat solvabilitas.
Berdasarkan formula manfaat, dengan hanya iuran sebesar 3,25%, hasil
pengembangan iuran hanya dapat menutup manfaat dengan kenaikan gaji sebesar
2,5%. Dalam kenyataannya, kenaikan gaji pokok tahun 2007 s.d. 2010 lebih dari
2,5%.
3. Aspek Kelembagaan
Aspek
kelembagaan terutama menyoroti peranan, kedudukan, tugas dan fungsi dari PT
Taspen yang hanya diberi kewenangan untuk melakukan pengadministrasian iuran
yang berasal dari Pegawai Negeri dan Pejabat Negara dan hanya bertindak sebagai
juru bayar kepada pensiun setiap bulan serta melakukan pembayaran terhadap
Tunjangan Hari Tua.
Beberapa catatan menarik yang dikemukan oleh Wiener 1 terkait
pengelolaan dana pensiun PNS selama ini adalah kesalahan anggapan yang
berkembang. mengenai lembaga pengelola pensiun PNS adalah PT. Taspen sebagai
penyedia (sponsor) program pensiun dan THT bagi PNS. Padahal kedudukan Taspen
adalah sebagai lembaga yang bertindak sebagai juru bayar program pensiun dan
program THT PNS. Kedudukan PT. Taspen hanya sebagai lembaga yang
mengadministrasikan uang pensiunan dan THT PNS. Karena PT. Taspen tidak
mempunyai kontrol atas iuran dan juga manfaat dari pengadministrasiannya itu.
Selain itu, dalam pengadministrasian program pensiun PNS, tidak didasarkan pada
hukum perasuransian dan juga hukum tentang pensiun.
1
Mistaken belief that Taspen is the sponsor of the CSP and THT programs
(Wiener(a), 2011: 9).
Sinyalemen dari upaya reformasi sistem pensiun yang diusulkan oleh Kementerian
Keuangan melalui Dirjend. Anggaran mensyaratkan agar Pemerintah Daerah juga
ikut menanggung pembiayaan pensiun karena poslslnya sebagai pemberi kerja.
Fakta yang ada saat terkait penunjukkan satu badan penyelenggara, tampaknya
juga menimbulkan resiko inefisiensi akibat adanya monopoli (deadweight loss)
sehingga hasil pengembangan yang dilakukan terhadap dana pensiun tidak dapat
dilakukan secara kompetetitif akibatnya hasH pengembangan tidak dapat dilakukan
secara optimal.
4. Sifat Pensiun
Dalam
perkembangannya, definisi, batasan dan makna penghargaan terhadap jasa-jasa
dinilai terlalu berlebihan, karena batasan definisi ten tang peserta pensiun
dan yang berhak mendapatkan pensiun menurut undang-undang ini sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan sekarang, dengan adanya perubahan situasi politik,
sosial dan kemampuan ekonomi anggaran negara.
Selain
itu makna jaminan hari tua yang terkait dengan nilai besaran manfaat yang
diterima seorang pensiunan pada Tahun 1969 tentu berbeda dengan nilai uang saat
ini. Meskipun, formula manfaat dan iurannya belum berubah, namun nilai inflasi
dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dunia seperti dollar Amerika terus
berfluktasi sehingga manfaat pensiun yang terima saat ini sangat kurang jika
dibandingkan Tahun 1969, Sehingga apakah nilai manfaat yang sudah berkurang itu
masih dapat dijadikan 'jaminan hari tua' yang sesungguhnya bagi pensiunan?
Jika
pemerintah ingin mereformasi sistem pensiun saat ini, pengaturan tentang sifat
pensiun dan batasan tentang definisi peserta pensiun maupun yang berhak
mendapatkan pensiun perlu diformulasikan kembali, untuk ketegasan pengaturan
pensiun ke depan.
5. Manfaat Pensiun
Nilai
asuransi PNS saat ini tidak didasarkan pada US $ Rates yang berlaku. Sehingga
yang diterima saat ini sangat jauh berbeda dengan yang diterima 20 tahun yang
lalu dengan jumlah yang sama tapi nilai yang beda.
Yang
merumuskan formula asumsi THT dan uang pensiun PNS adalah BAPPEPAM LK, Rumus
tersebut dikeluarkan oleh pemilik kepentingan,
Saat
ini ada kesalahan dalam sistem penggajian karena gaji pokok lebih kecil dari
tunjangan jabatan, Padahal pensiun dihitung berdasarkan gaji pokok dan itu pun
hanya 80%. Sehingga bagi pejabat terjadi
penurunan penerimaan yang cukup tinggi. Kondisi ini sering membuat stres (post
power syndrome).
Nominal pensiun yang diterima saat ini masih sang at kurang karena tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup. Maka pensiunan perlu tambahan penghasilan. Kondisi
ini sering membuat orang yang akan pensiun sering stres.
Biaya
hidup yang tinggi, membuat banyak pensiunan memilih tempat hidup yang lebih
terjangkau.
6. Kepesertaan Program Pensiun
dan Program THT
Batasan mengenai definisi peserta pensiun selain pegawai negeri sipil belum
dijelaskan secara terperinci dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1969. Seperti
halnya sifat pensiun, ketentuan mengenai kepesertaan pensiun ini juga telah
mengalami perkembangan seiring dengan pergantian undang-undang kepegawaian dan
perubahan kondisi sosial politik.
Kemudian, persoalan
lainnya yang perlu digaris bawahi pada bagian ini adalah mengenai Terdapatnya
perbedaaan aturan pensiun PNS dengan aturan pensiun pejabat Negara, persyaratan
yang diberlakukan di Iingkungan PNS tidak juga diberlakukan yang sama dengan
pejabat Negara.
Baca Selanjutnya tentang Ringkasan Eksekutif Telaahan Kebijakan Sistem Pensiun PNS (bagian 2)